Hindari "Self-Diagnose"
Lintang Cahya DK
Kimia 2017
Manusia memang dipenuhi oleh rasa keingintahuan. Sering kali ketika mendapatkan sebuah informasi, seseorang langsung menggeneralisir yang ia ketahui dengan fakta sekitar. Padahal informasi yang tersebar di luar sana, ada informasi yang bersifat mentah, di mana membutuhkan proses lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan. Salah satu bahaya yang ditimbulkan dari menyerap informasi yang bersifat mentah terutama dalam bidang kesehatan adalah self diagnose.
Self diagnose adalah upaya mendiagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang seseorang dapatkan secara mandiri, misalnya dari teman atau keluarga, bahkan pengalaman sakit seseorang di masa lalu. Padahal, diagnosis hanya boleh ditetapkan oleh tenaga medis profesional. Pasalnya, proses menuju diagnosis yang tepat sangatlah sulit. Bahkan dua orang dokter bahkan bisa memberikan diagnosis yang berbeda terhadap pasiennya (Lestari, 2019).
Selain berdampak pada kepanikan yang tidak perlu, mendiagnosis diri sendiri tanpa pendapat ahli langsung juga berbahaya untuk tindakan lainnya. Misal, seseorang bisa saja mengonsumsi obat yang salah atau seseorang bisa saja menyebarkan info yang salah ke orang lain sehingga menyebabkan kekacauan lainnya. Perlu diketahui, khusus untuk gangguan psikologis, seseorang baru bisa dinyatakan memiliki gangguan ketika pendapat itu didiagnosis oleh psikolog atau psikiater. Seberapa parah gangguan yang dimiliki, bagaimana penanganan yang harus diberikan, dan apa yang harus dilakukan hanya bisa ditetapkan oleh ahlinya (Putri, 2017).
Kondisi zaman dengan teknologi yang maju ini sayangnya tidak selalu memberikan dampak positif. Seperti yang kita tahu, internet merupakan sesuatu yang sangat persuasif khususnya untuk remaja. Secara tidak sadar orang-orang akan mengikuti apa yang ia lihat di internet. Inilah yang membuat banyak sekali remaja yang menegaskan bahwa dirinya memiliki mental disorder tanpa adanya diagnosis resmi. Padahal belum tentu orang tersebut mengidap penyakit mental (Saqina, 2019).
Sebagai contoh, seseorang dapat didiagnosis dengan depresi ringan, sedang atau berat hanya setelah diberikan tes klinis oleh seorang psikolog atau psikiater, berdasarkan pedoman yang ditentukan dalam DSM-V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders yang diatur oleh American Psychiatric Association) and ICD-10 (International Classification of Diseases yang diatur oleh World Health Organization).
Maka dari itu, apabila terjadi 'hal aneh' pada diri kita jangan sekalipun untuk melakukan self diagnose. Cobalah untuk berkonsultasi dengan ahlinya agar mendapatkan jawaban atas 'keanehan' yang dirasakan. Karena jika memang terbukti mengidap suatu penyakit akan diberikan penanganan yang sesuai dengan penyakit yang diderita sehingga.
https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/hidup-sehat/psikologi/self-diagnosis-diri-sendiri/amp/
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/arnezdikayanisaqina/5cae06f8cc528362a1582062/self-diagnosis-disorder
Komentar
Posting Komentar