Gangguan Somatisasi, Rasa Sakit Berasal dari Sugesti
Haris Raditya S
Biologi Internasional (2019)
Gangguan somatisasi yaitu gangguan mental yang mana penderitanya mengeluhkan gejala-gejala penyakit tertentu namun saat diperiksa, tidak ditemukan kondisi penyakit yang jelas, hal ini dipengaruhi oleh masalah pikiran dari penderita yang muncul saat stress. Individu yang mengalami gangguan somatisasi tidak hanya mengeluh adanya gangguan fisik akan tetapi individu tersebut ingin mendapatkan bantuan dan penanganan secara medis (Barsky, 1995). Gangguan somatisasi mulai marak ditemukan di lingkungan akademis pada mahasiswa. Hasil wawancara Indrayanti (dalam Rini, 2009, h.2-3) menunjukan berbagai keluhan seperti sakit kepala, sakit perut, jantung berdebar-debar, badan terasa lemas, seringkali menyertai kondisi mahasiswa setiap dihadapkan pada masalah yang cukup menekan, seperti menghadapi ujian, banyak tugas, kebanyakan aktivitas yang menguras energi dan pikiran. Dalam kajian psikodinamik, somatisasi merupakan salah satu gangguan yang sering digunakan individu untuk menghindari diri dari permasalahan karena enggan menerima tanggungjawab, teguran ataupun hukuman. Hal ini dilakukan karena efek somatisasi hanya berpengaruh pada diri sendiri dan tidak berpengaruh pada orang lain (Kaplan, Harold, Sadock, & Grebb, 1997; Barry, 2003). Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu dalam hal ini menerima stimulus kemudian melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi yang datang (Boeree, 2008). Dasar pikiran teknik kognitif adalah proses kognitif sangat berpengaruh terhadap perilaku yang ditampakan oleh individu. Selain itu, perasaan individu sering dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan individu mengenai dirinya sendiri. Pikiran individu tersebut belum tentu merupakan suatu pemikiran yang objektif mengenai keadaan yang dialami sebenarnya (Burns, 1988)
Gangguan somatisasi disebabkan oleh pikiran
individu, individu merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengan keadaan dirinya
sehingga menyebabkan timbulnya pikiran-pikiran yang negatif dan keyakinan
irasional tentang dirinya dan lingkungan. Hal ini yang rnenyebabkan individu
merasa bahwa jika adanya tekanan, stress, terlalu banyak aktivitas yang
dilakukan, kelelahan yang menguras energi dan tenaga serta ketidak percaya diri
dengan kemampuan dirinya maka dapat memunculkan rasa sakit.
Adapun faktor kognitif yang menyebabkan gangguan somatisasi seperti prediksi
berlebih terhadap ketakutan, keyakinan irasional, sensitivitas berlebihan
mengenai sinyal-sinyal dan tanda-tanda ancaman, harapan-harapan self efficacy
(kemampuan diri) yang terlalu rendah dan salah mengartikan sinyal-sinyal tubuh.
Sehingga somatisasi terbentuk karena cara berpikir yang terdistorsi yang
membuat seseorang tersebut salah mengartikan perubahan kecil dalam sensasi
tubuhnya sebagai tanda dari bencana/ancaman yang akan terjadi. Selain itu
distorsi kognitif tersebut akan berdampak pada fungsi sosial, pekerjaan dan
masyarakat (Kallivayalli & Punnoose, 2010).
Berdasarkan berbagai penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor kognitif merupakan faktor yang sangat berperan penting dalam tubuh sebagai menyebabkan terjadinya gangguan somatisasi. Kesalahan dalam proses kognitif atau terjadinya penyimpangan kognitif dapat memberikan pengaruh negatif bagi diri individu. Cara-cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari gangguan somatisasi bisa melalui, jangan terlalu banyak berkhayal, melamun, dan menyendiri. Sibukkan diri Anda dengan aktifitas yang positif, yang berguna dalam membentuk pribadi Anda menjadi lebih baik lagi. Perluas pergaulan Anda, jangan pilah pilih teman, kenali beragam tipe orang, agar Anda bisa mempelajari yang baik dari orang-orang tersebut dan bisa juga lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan Anda. Perbaiki cara Anda berkomunikasi dengan keluarga, kerabat, teman, dan orang di sekitar Anda. Berpikirlah yang baik dengan orang lain, perlakukan mereda dengan baik seperti Anda ingin diperlakukan, dan yakinlah bahwa masing-masing orang disibukkan dengan urusannya sendiri sehingga Anda pun tidak perlu cemas akan penilaian orang lain terhadap Anda. Bila ditimpa masalah oleh Tuhan, syukuri, tandanya Tuhan masih sayang pada Anda, tandanya Ia masih menginginkan Anda berusaha memperbaiki diri dan ingat terus padanya, berfokuslah mencari solusi atas masalah tersebut, jangan diratapi terus menerus, lakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuan Anda, minta bantuan dari orang lain di sekitar Anda bila perlu, dan serahkan hasilnya pada Tuhan. Disiplin menjalani gaya hidup sehat, termasuk dengan teratur berolahraga, makan makanan yang sehat, serta tidur yang cukup.
Daftar Pustaka :
Barry, D. 2003. Somatization disorder. Annals of clinical
psychiatry, 13(3), 153-158
Barsky, A. J. 1995. Amplification, Somatization, and The Somatoform Disorder.
Psychosomatics. 33; 28-33.
Boeree, G. (2008). Psikologi kepribadian, persepsi, kognisi, emosi &
perilaku. Jogjakarta: Prismasophie.
Burns, D. (1988). Terapi kognitif: Pendekatan baru bagi penanganan depresi.
Jakarta: Penerbit Airlangga.
Emair, B. (1998). Cognitive therapy for pain management. American academic of
pain management. Atlanta Hilton Hotel.
Kallivayalil, R., & Punnoose, V. (2010). Understanding and
managing somatoform disordes: Making sense of non-sense. Indian Journal of
Psychiatry, 52(7),240-
Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid 1. Edisi
ke-7. Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara. p. 86-108.
Rini, D. P. (2009). Hubungan antara Sense of Humor dengan Somatisasi. Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Fakultas Psikologi, Surakarta
Komentar
Posting Komentar