Bicara Dampak Pandemi dari Pertanian
Reza Darmawan
Teknik Pertanian (2018)

 

Saat ini, dunia tengah disibukkan dengan sebuah virus baru bernama COVID-19 atau biasa disebut Virus corona. Virus Corona, atau nama ilmiahnya SARS-CoV-2, adalah virus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia dan bersifat zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia) (Janah, 2020). Virus ini menyebabkan gangguan pernapasan serta menimbulkan gejala ringan (flu, batuk, pilek) sampai berat (pneumonia dan sepsis). Virus ini berasal dari Wuhan, Tiongkok dan telah menyebar ke 213 negara dengan total kasus terkonfirmasi sebesar 2.883.603 kasus. Di Indonesia, virus ini terkonfirmasi pertama kali pada 2 Maret 2020 dan sudah menyebar di 34 provinsi dengan total kasus terkonfirmasi 9.511 kasus per 28 April 2020. Atas kejadian tersebut, pemerintah merespon dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menghentikan penyebaran COVID-19. Akibatnya, hanya beberapa sektor industri saja yang diperbolehkan beroperasi, seperti farmasi, komunikasi dan teknologi informasi, energi, keuangan, dan pertanian.

Pertanian adalah salah satu sektor terpenting dalam pembangunan manusia dan terkait dengan ketahanan pangan (Siche, 2020). Menurut Syafa’at (2017), sektor ini merupakan penyedia utama kebutuhan pangan masyarakat di Indonesia dan pasar yang sangat besar untuk produk manufaktur. Ditengah pandemi ini, pertanian menjadi peluang yang dapat menolong Indonesia bertahan dari ancaman krisis global akibat wabah. Hal tersebut karena sektor pertanian selalu menjadi kebutuhan sehari-hari dan pengerjaannya tidak terlalu sulit. Kondisi ini dapat dijadikan momentum untuk menggenjot produksi pertanian seperti buah dan sayur-sayuran serta komoditas perkebunan untuk meredam impor. Selain itu, berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia dapat dilibatkan untuk penelitian seperti studi kelayakan tanah, bibit/benih, pupuk, dan alat-alat pertanian yang mendorong stabilitas produksi dalam negeri. Namun, bukan berarti pertanian bebas dari dampak pandemi. Ada beberapa dampak yang dapat mempengaruhi sektor pertanian dalam beberapa waktu kedepan.

Dampak yang pertama mengenai food supply atau pasokan makanan. Menurtu Chen et al. (2020), rantai pasokan makanan adalah jaringan yang menghubungkan sistem pertanian (produksi hasil pertaniannya) dengan konsumen, mulai dari pengemasan, distribusi, dan penyimpanan. Pada awal diberlakukannya social distancing, banyak orang melakukan panic buying untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama pandemi yang menyebabkan kekosongan produk makanan. Namun, pasokan makanan saat ini sudah stabil kembali karena arahan dari Food and Agriculture Oganization (FAO) yang menyatakan bahwa pasokan makanan harus tetap tersedia terlepas dari pembatasan yang diberlakukan pemerintah. Beda halnya dengan perdagangan internasional, di mana pengiriman barang impor atau ekspor menjadi terhambat karena penutupan perbatasan di berbagai negara. Hal tersebut akan berdampak pada harga bahan pokok dan stok makanan di masa mendatang. Kejadian ini terjadi di Inggris di mana sistem stok makanan yang telah mereka persiapkan untuk menghadapi kondisi tak terduga tidak mampu menghadapi gelombang konsumsi masyarakat di tengah pandemi Corona.

Dampak selanjutnya mengenai food demand atau permintaan makanan. Permintaan adalah kemauan dan kemampuan konsumen untuk membayar barang atau jasa tertentu selama periode tertentu (Gottheil, 2013). Menurur FAO (2020b), saat ini permintaan makanan menurun karena berkurangnya pengeluaran masyarakat selama pandemi. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaannya sehingga tidak ada pendapatan yang mereka terima. Namun, situasi ini akan memburuk jika pandemi berlangsung lebih lama. Makanan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sehingga bukan tidak mungkin kurva permintaan makanan akan naik dalam beberapa waktu ke depan. Situasi ini terjadi di Amerika Serikat di mana terjadi lonjakan permintaan makanan di bank makanan seperti GraceWorks yang sibuk memenuhi lonjakan permintaan jutaan orang yang dirumahkan, atau orang-orang yang di-PHK. Sisi positifnya adalah naiknya permintaan makanan dan minuman secara online. Menurut Siche (2020), layanan pengiriman tanpa kontak lebih disukai masyarakat sebagai bentuk pencegahan penyebaran virus.

Dampak yang terakhir yaitu food security atau ketahanan pangan. Ketahanan pangan adalah akses setiap orang mendapatkan makanan tanpa batasan tertentu untuk memenuhi kebutuhan dasar (Rosales dan Mercado, 2020). Terlambat mengambil tindakan menjamin ketahanan pangan akan mempercepat krisis pangan. Menurut Siche (2020), ada 3 kelompok yang rentan terhadap krisis pangan selama pandemi, yaitu orang yang mengalami kelaparan kronis, anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah, dan petani kecil. Petani sendiri rentan terhadap risiko terkena COVID-19, di mana sensus pada pelaku agri tahun 2017 menunjukkan usia rata-rata petani sekitar 58 tahun sedangkan COVID-19 memiliki tingkat keparahan yang jauh lebih tinggi bagi mereka yang berusia 60-an. Selain itu, petani juga kemungkinan akan dilarang bekerja di tanah mereka dan mengakses pasar untuk menjual produk mereka atau membeli benih dan input penting lainnya. Dengan demikian, setiap negara harus melakukan tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya krisis pangan sekaligus menghindari penularan virus di sektor industri pertanian.

Jaminan akses pangan yang mudah didapat dengan harga yang normal diperlukan masyarakat dalam situasi seperti ini. Ketahanan pangan menjadi kunci utama negara dalam menghadapi krisis global akibat pandemi. Maka dari itu, mari sama-sama bergandengan tangan untuk saling menjaga, mengawasi, dan mempertahankan pertanian agar negara agraris masih melekat pada diri bangsa Indonesia. Bukan hanya saat pandemi, melainkan sampai akhir khayat nanti.

Terima kasih yang sudah membaca kajian kali ini. Semoga kalian semua tetap dalam kondisi sehat wal’afiat yaa...inget jangan lupa makan buah dan sayur untuk menjaga imun tubuh dari berbagai penyakit termasuk Covid-19.

Daftar pustaka:

Chen, S, Brahma, S, Mackay, J, Cao, C, Aliakbarian, B. 2020. “The Role Of Smart Packaging System In Food Supply Chain”. Journal of Food Science. 85(3): 517- 525.
Food and Agriculture Organization (FAO). 2020b. FAO Director-General urges G20 to ensure that food value chains are not disrupted during COVID-19 pa

pandemic. Available in: http://www.fao.org/news/story/en/item/1268254/icode/FAO – Food.
Gottheil, F.M. 2013. “Principles of Microeconomics”. 7th Edition. Cengage Learning. EEUU. 592 pp.
https://covid19.go.id/. Dikases tanggal 28 April 2020 jam 20.08.
https://www.kompas.tv/article/75522/ini-11-sektor-yang-masih-boleh-beroperasi-selama-psbb. Dikases tanggal 28 April 2020 jam 20.26.
https://www.voaindonesia.com/a/pandemi-di-as-picu-lonjakan-permintaan-bank-makanan/5384110.html. Diakses tanggal 29 April 2020.
Janah, N. 2020. “Semangat Bela Negara Untuk Menghadapi COVID-19 Di Indonesia (The Spirit of Defending the Country to Face COVID-19 in Indonesia)”. Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=3576587
Ridho, M.A. 2020. “Pasokan Pangan Dunia Terguncang Covid-19, Bagaimana di Indonesia?” https://katadata.co.id/berita/2020/04/06/pasokan-pangan-dunia-terguncang-covid-19-bagaimana-di-indonesia(online) . Diakses tanggal 29 April 2020 jam 11.17
Rosales, G, Mercado, W. 2020. “Efecto De Los Cambios En El Precio De Los Alimentos Sobre El Consumo De La Quinua Y La Seguridad Alimentaria Rural En El Perú”. Scientia Agropecuaria. 11(1): 83-93.
Siche, R. 2020. “What Is The Impact Of COVID-19 Disease On Agriculture?”. Scientia Agropecuaria. 11(1), pp.3-6.
Syafa'at, N., Mardianto, S. and Simatupang, P. 2017. “Dinamika Indikator Ekonomi Makro Sektor Pertanian dan Kesejahteraan Petani”. Analisis Kebijakan Pertanian, 1(1), pp.66-77.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Trik Lolos Karya Tulis, PMW dan PKM”

KAJIAN UKMPR: Wave Energy Converters (WECs): Teknologi Konversi Energi Gelombang Laut (Ocean Wave) dalam Integrasi Transisi Energi Terbarukan untuk Mencapai Nett Zero Emission

KAJIAN UKMPR: Kenali Bahaya dari Si Manis yang Tersembunyi (Hidden Sugar)