KAJIAN UKMPR : Fenomena Penggunaan Pemutih Kulit di Indonesia yang Beriklim Tropis
[KAJIAN UKMPR]
Salam Riset!!! Sukses!!!
Hello guys, kali ini kajian UKMPR kembali hadir nih. Nah, buat hari ini ada kajian menarik dari sahabat kita yang berjudul:
Fenomena Penggunaan Pemutih Kulit di Indonesia yang Beriklim Tropis
Chika Agustin Darmawan
Kimia (2021)
Yuk disimak!
Semoga bermanfaat
Indonesia adalah negara kepulauan dengan iklim tropis dan daerahnya terbentang sepanjang khatulistiwa sehingga sinar matahari berlimpah. Kondisi ini membuat kulit berisiko mudah rusak karena sinar matahari mengandung ultraviolet (UV). Rangsangan dari paparan sinar matahari tersebut menjadi penyebab orang Indonesia memiliki kulit sawo matang untuk melindungi kulit dari sinar ultraviolet yang merusak tersebut. Beberapa orang Indonesia mencoba menggunakan pemutih kulit karena menganggap konsep cantik dan sehat salah satunya memiliki warna kulit yang putih (Agustina, 2013). Konsep kecantikan berkembang seiring berjalannya waktu dengan perubahan gaya hidup dan perkembangan di bidang kosmetologi (Kusantati, 2008).
Salah satu jenis produk kecantikan yang sering digunakan oleh wanita di Indonesia adalah produk krim pemutih yang dikenal juga sebagai bleaching cream. Keinginan untuk meniru orang Asia Timur juga mendorong orang Indonesia untuk menggunakan pencerah kulit. Dewasa ini, penyebaran kebudayaan populer Korea seperti K-drama dan K-pop menjadi salah satu alasan kebanyakan orang Indonesia terobsesi untuk memiliki kulit yang putih. Standar kecantikan yang dibentuk oleh media hiburan tersebut merupakan standar global yang tanpa disadari dianut oleh masyarakat Indonesia yang modern. Kebutuhan ini juga didorong oleh maraknya produk pemutih yang muncul di pasaran memicu tren di kalangan wanita untuk memiliki kulit yang putih agar dianggap cantik. Hal ini didukung dengan adanya sebuah survei yang menyatakan bahwa wanita pada umur antara 17–22 tahun yang memakai krim pemutih sebanyak 35 orang (35%), 25–35 tahun sebanyak 50 orang (50%) dari jumlah seluruh responden penelitian sebanyak 100 orang (Dewi dan Salim, 2000).
Di pasaran banyak terdapat jenis bahan aktif yang terkandung di dalam produk pemutih baik yang aman maupun berbahaya. Bahan-bahan aktif yang umumnya terkandung dalam pemutih wajah, yaitu arbutin, asam kojik (5-hydroxy-2-hydroxymethyl-γ-pyron), dan asam azelaik (1,7-heptane dicarboxylic acid). Penggunaan bahan-bahan aktif ini akan aman digunakan apabila dalam batas wajar dan beberapa diantara bahan aktif tersebut tidak memiliki efek samping yang berat. Seiring dengan keinginan untuk memutihkan kulit secara instan, dari bahan yang ditambahkan tersebut, seringkali produsen kosmetik pemutih kulit menambahkan bahan pemutih yang berbahaya bagi kesehatan (Haryanti, 2018). Menurut BPOM yang dilansir dalam Pemberitahuan Publik BPOM No. B-HM.01.01.1.44.11.18.5410 tanggal 14 November 2018 tentang Kosmetika yang mengandung Bahan Berbahaya, selama tahun 2018 Badan POM RI menemukan 113 jenis kosmetika mengandung bahan berbahaya. Beberapa bahan aktif berbahaya yang terkandung dalam produk pemutih, diantaranya merkuri anorganik, hidrokuinon (1,4-dihydroxybenzene), asam retinoat (vitamin A acid), dan rhododendrol (RS-4-(4-hydroxyphenyl)-2-butanol). Terdapat berbagai reaksi negatif dan merugikan yang timbul akibat penggunaan bahan aktif berbahaya ini, yaitu iritasi, alergi, timbulnya jerawat, dan intoksikasi. Reaksi negatif ini muncul tergantung pada berbagai faktor, antara lain lamanya kontak kosmetik pada kulit, lokasi pemakaian, pH kosmetik, dan kandungan gas dalam kosmetik (Tuahta, 2021).
Pengetahuan terhadap kosmetik sangat diperlukan pada masing-masing individu, semakin tinggi pengetahuan terhadap produk pemutih maka akan semakin kecil dampak negatif yang akan terjadi pada kulit. Fenomena penggunaan pemutih kulit di Indonesia yang meningkat ini perlu diperbaiki dengan cara diedukasi. Edukasi terkait dampak negatif produk pemutih dalam jangka waktu yang lama, penerapan stereotype yang baik terhadap kulit sawo matang Indonesia, pemikiran realistis terhadap warna kulit di kalangan masyarakat Indonesia, dan pengurangan iklan produk kecantikan di televisi yang membentuk pola pikir bahwa cantik itu harus memiliki kulit yang putih.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, N.E.S., & Suryani, B.E. 2013. Pengaruh penggunaan krim pemutih kulit terhadap terjadinya telangiektasis pada mahasiswa fakultas kedokteran UII. JKK, 5(1), pp. 40-46.
BPOM RI 2018, Public Warning No. BHM.01.01.1.44.11.18.5410. Tentang Kosmetika Mengandung Bahan Berbahaya. 14 November 2018, BPOM RI, Jakarta
Dewi, R, Salim, H 2000, ‘Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Bahaya Penggunaan Krim Pemutih di Lingkungan Desa Polewali Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Bone. Media’, Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Makassar, 3(1), pp. 1–29.
Haryanti, R. 2018, Tinjauan Bahan Berbahaya Dalam Krim Pencerah Kulit. Jurnal Farmaka, 6(2),pp. 214-224.
Kusantati, H,. Prihatin, P. T. & Wiana, W. 2008. Anatomi fisiologi kulit, Tata Kecantikan Kulit. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Tuahta, Giovansiva. 2021. Gambaran Tingkat Pengetahuan, Pemilihan, Dan Penggunaan Kosmetik Pemutih Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU. Medan.
Semoga dapat terus menginspirasi 😁
=======================
KABINET SIGMA!
SINERGY, INTERGRITY, MORALITY!
Jangan lupa staytune terus medsos UKMPR yaa✨🤗
📱Fanspage fb : Ukmpr Unsoed
📱Instagram : @ukmpr.unsoed
📱Line : @pvg0902f
📱Blog : ukm-penalaranriset.blogspot.co.id
📱Youtube : UKMPR UNSOED
📱Tik Tok: unsoed.ukmpr
📱Telechanel: @ukmpr.unsoed
📱Telebot: @ukmprunsoed_bot
Salam Riset!!! Sukses!!!
#UKMPR #kabinetsigma #unsoed #purwokerto
Komentar
Posting Komentar