Alice in Wonderland Syndrome
: Versi Nyata dari Novel Lewis Caroll

Khori Nurtriana

Biologi (2018)

 

Siapa yang tidak tahu kisah tentang Alice in Wonderland? Mungkin beberapa dari kamu pernah menonton film atau bahkan membaca novelnya. Kisah yang ditulis oleh Lewis Carroll ini menceritakan tentang seorang gadis bernama Alice yang jatuh ke dalam lubang kelinci hingga terdampar di dunia lain. Dalam suatu kesempatan, Alice merasa tubuhnya menyusut hingga menjadi sangat kecil, di kesempatan lain ia juga merasa tubuhnya membesar seperti raksasa. Cerita ini hanyalah fiksi, namun bagi beberapa orang bisa terlihat nyata seperti apa yang dialami oleh Alice. Hal ini disebut dengan Sindrom Alice in Wonderland atau Alice in Wonderland Syndrome (AIWS).

Sindrom Alice in Wonderland adalah salah satu kondisi neurologis yang cukup langka. Bahkan terdapat dugaan bahwa kasus ini hanya terjadi beberapa kali seumur hidup pada orang yang mengalaminya. Sindrom ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr John Todd, seorang Psikiatri di Inggris pada tahun 1955. Sindrom ini juga disebut dengan Sindrom Todd. Todd menyebutkan bahwa sindrom ini memiliki kemiripan dengan cerita Alice in Wonderland sehingga munculah istilah AIWS. Namun secara histosris disebut pertama kali oleh Caro Lippman pada tahun 1952 yang menyebutkan bahwa beberapa pasien migrain memiliki aura yang mirip dengan Alice di dalam novel ciptaan Lewis Carroll. Hal ini menarik untuk dicatat bahwa Carroll telah menderita migrain (seperti paisen AIWS), dan bahkan berspekulasi bahwa Carroll telah mengalami sindrom ini (O’Toole & Modesino, 2017).

AIWS adalah kondisi yang sangat langka di mana seseorang akan mengalami episode sementara ditandai dengan adanya distorsi persepsi otak, disorientasi dan distorsi persepsi waktu. Penderita sindrom ini akan merasa ukuran tubuhnya menjadi lebih kecil atau lebih besar dari ukuran normal. Serta merasa barang-barang di sekitarnya menjadi lebih dekat atau jauh. Episode ini terjadi bukan karena halusinasi atau masalah pada mata. Hal ini disebabkan karena perubahan pada persepsi otak terhadap bentuk tubuh dan lingkungan sekitar. Sindrom ini dapat mempengaruhi beberapa indra meliputi indra penglihatan, pendengaran dan sentuhan. Penderita AIWS juga dapat mengalami lose sense of time, sehingga menyebabkan waktu terasa lebih cepat atau lebih lambat dari yang sebagaimana mestinya. Sindrom ini umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja. Namun seiring dengan bertambahnya usia, sindrom ini semakin jarang dialami dan perlahan akan hilang. Meski demikian, mereka yang mengalami sindrom ini tetap berpeluang terkena lagi meskipun telah dewasa.

Pasien AIWS sering melihat bagian tubuhnya berubah ukuran. Episode ini berbeda untuk setiap orang, ada yang mengalami beberapa menit saja, dan beberapa dapat bertahan  hingga setengah jam. Menurut Rastogi et al (2016), selama waku tersebut pasien akan mengalami beberapa gejala, meliputi micropsia, macropsia, metamorphopsia, teleopsia, dan pelopsia. Micropsia, macropsia, dan metamorphopsia adalah kelainan dalam mengenali ukuran. Micropsia membuat seseorang melihat benda-benda di sekitarnya terlihat semakin lama semakin mengecil. Macropsia adalah kelainan yang membuat seseorang melihat kalau benda-benda di sekitarnya semakin lama semakin membesar. Sementara metamorphopsia membuat seseorang melihat objek terasa sagat tebal, tipis, pendek, atau bahkan sangat panjang. Selanjutnya kelainan dalam mengenali jarak terbagi menjadi dua yaitu pelopsia dan teleopsia. Pelopsia adalah kelainan yang membuat seseorang melihat kalau benda di sekitarnya berada lebih dekat dari lokasi sebenarnya. Sedangkan teleopsia adalah kelainan yang membuat seseorang melihat benda di sekitarnya berada lebih jauh dari lokasi sebenarnya.

Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan terjadinya perubahan persepsi  pada sindrom Alice in Wonderland. Sindrom ini diduga melibatkan perubahan tertentu dari otak yang berhubungan dengan informasi sensorik terkait apa yang didengar atau dilihat oleh seseorang. Para peneliti juga menduga bahwa AIWS berkaitan dengan aura pada nyeri kepala tipe migrain. Aura merupakan gangguan visual dan sensorik lainnya yang dialami oleh sebagian individu sebelum terjadi nyeri kepala tipe migrain.

Aura yang dialami dapat berupa melihat kilatan cahaya, melihat titik-titik, telinga berdengung, atau rasa kesemutan pada tangan. Sindrom ini dapat dialami oleh seseorang sebelum, saat, atau setelah terjadi nyeri kepala tipe migrain. Namun sindrom ini juga dapat terjadi bersamaan dengan beberapa kondisi lainnya, seperti stress, epilepsi, infeksi tertentu (virus Epstein-Barr), stroke, depresi, skizofrenia, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Untuk pengobatan sindrom ini sendiri sampai sekarang belum ditemukan. Tetapi jika mengalami sindrom ini, langkah terbaik untuk dilakukan adalah beristirahat dan menunggu episode ini terlewati. Hal ini juga penting untuk diketahui, bahwa AIWS tidak berbahaya.

Wah ternyata kajian ilmiah kali ini udah lumayan panjang yaa. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk semua pembaca setia kajian ilmiah UKMPR. Dan semangat menjalani hari-hari dengan dengan semangat positif and have a nice day J

 

Daftar Pustaka :

Holland, K., 2018. What is Alice in Wonderland Syndrome? (AWS). [online] https://www.healthline.com/health/alice-in-wonderland-syndrome (Diakses pada tanggal 01 Desember 2019)

O’Toole, P. & Modestino, E, J., 2017. Alice in Wonderland Syndrome: A Real Live Version of Lewis Carroll’s Novel. Brain & Development, 39, pp. 470-474.

Rastogi, R. G., Pluym, J. V. & Lewis, K. S., 2016. Migrainous Aura, Visual Snow, and “Alice in Wonderland” Syndrome in Childhood. Seminars in Pediatric Neurology, 23(1), pp. 14-17.

Sindrom Alice in Wonderland. https://m.klikdokter.com/penyakit/sindrom-alice-in-wonderland (Diakses pada tanggal 02 Desember 2019)

Komentar