Kajian UKMPR: Multitasking, Solutif atau Mengundang Problematik?

[KAJIAN UKMPR] 
Salam Riset!!! Sukses!!!

Hello guys, kali ini kajian UKMPR kembali hadir nih. Nah buat hari ini ada kajian menarik dari sahabat kita yang berjudul:

Multitasking, Solutif atau Mengundang Problematik?

Dea Mudrikah
Biologi (2020)

Yuk disimak!
Semoga bermanfaat 

Sebelum kita mengenal lebih jauh tentang multitasking, kita akan belajar terlebih dahulu tentang multitasking secara sederhana. Sebenarnya multitasking itu apa si yaaa?

Multitasking atau biasa disebut tugas berganda adalah melakukan kegiatan secara berganda dalam waktu yang bersamaan, yang dimaksud tugas berganda dalam hal ini adalah beberapa tugas yang independen dan tidak berhububngan antara tugas yang satu dengan tugas yang lain. Inilah yang membedakan antara tugas berganda dengan tugas kompleks. Menurut Salvucci dan Taatgen (2011) tugas berganda disebut dengan tugas berganda bersamaan (concurrent multitasking) yaitu bentuk tugas yang berlangsung secara stimulant atau hanya dengan interupsi yang singkat. Jadi, multitasking adalah keterampilan dalam mengerjakan beberapa aktivitas ataupun pekerjaan dalam waktu yang bersamaan.

Istilah multitasking bukan sekedar istilah untuk orang-orang yang melakukan pekerjaan di kantor, akan tetapi semua orang yang melakukan pekerjaan secara bersamaan, baik anak-anak maupun Ibu rumah tangga. Seringkali kita melakukan multitasking ini karena memang tuntutan suatu pekerjaan yang harus diselesaikan dalam tenggat waktu yang sama dan sama-sama pentingnya dalam kehidupan atau menurut skala prioritas kita. Orang-orang cenderung melakukan multitasking dengan alasan untuk menghemat/mengefesiensikan waktu. Padahal menurut Riset milik Clifford Nass, seorang profesor komunikasi di Stanford University, yang dirilis pada tahun 2009, beliau menemukan bahwa seorang multitasker kurang bisa menampilkan performa yang baik dalam melakukan suatu kegiatan, beliau juga mengatakan bahwa “Multitasker tidak bisa berhenti memikirkan tugas yang tidak sedang mereka lakukan.”Menurutnya, multitasker kurang bisa menempatkan berbagai hal secara terpisah dalam pemikiran mereka. 
    Jika ditinjau dari sisi kesehatan, multitasking memang tidak dianjurkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Stress merupakan salah satu dampak yang cukup signifikan dan sering dirasakan oleh para multitasker, hal ini dikarenakan seorang multitasker lebih sering merasa cemas sehingga muncul perasaan gelisah dalam dirinya. Kondisi otak yang cukup penuh dan berat membuat sesorang stuck dan kesulitan untuk berkerja secara optimal, sehingga tak jarang terjadi kesalahan dalam tugas tersebut sehingga harus mencermati ulang tugas yang ujungnya akan menambah waktu dalam pengerjaan tugas itu. Selain itu, tekanan darah yang tinggi juga dapat ditimbulkan oleh multitasking yang terlalu berlebihan. 

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa multitasking adalah sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia sehari-hari (Burgess, 2000). Dalam kondisi ini, orang-orang akan mengandalkan kemampuan dalam mengatur tindakan kedepan sehingga mampu meneyelesaikan masalah pada waktu yang tepat dan efisien. Perlu kita ketahui bahwa menurut penelitian, kemampuan multitasking dipengaruhi oleh faktor kecerdasan, kepribadian, dan cara kerja sesorang (Wulanyani, 2014). Multitasking juga berkaitan erat dengan memory atau ingatan. Seseorang yang memiliki prospective memory atau kemampuan mengingat untuk melakukan sesuatu pada waktu mendatang. Misalnya, sesorang melakukan persiapan atau melakukan suatu hal yang lebih mudah dilakukan dan bisa diatasi secara cepat karena mengingat ia akan melakukan pekerjaan berikutnya di waktu mendatang. Prospective memory tidak mempengaruhi multitasking sendiri akan tetapi ada faktor lain yaitu working memory atau sumber daya/kemampuan ingatan yang terbatas untuk memproses informasi (Bayliss et al., 2003). Hal ini membuat individu dengan kemampuan prospective memory akan lambat dalam melakukan respon jika terdapat working memory dalam dirinya. 

Meskipun banyak yang beranggapan bahwa multitasking itu cukup merugikan, namun kita sebagai individu memiliki presepsi masing-masing dalam menghadapi suatu hal, kita masih bisa menjadi multitasker asalkan tetap memperhatikan kemampuan serta kesehatan diri kita. Misalnya dengan beristirahat sejenak, self healing, tidur teratur, makan-makanan yang bergizi jika perlu minum suplemen/vitamin. Hal yang paling penting adalah mempertahankan good mood dengan melakukan kegiatan yang disukai sebagai waktu break setelah multitasking.


Referensi:
Salvucci, D. D., & Taatgen, N. A. (2011). The Multitasking Mind. New York: Oxford University Press.
Burgess, P. W. (2000). Strategy application disorder: the role of the frontal lobe in human multitasking research. Psychological Research, 63, 279–288.
Wulanyani, N. M. S. (2014). Faktor kecerdasan, kepribadian dan cara kerja yang memengaruhi performansi tugas berganda. (Disertasi, tidak dipublikasikan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM.
https://www.alodokter.com/ini-buktinya-multitasking-tidak-efisien-dan-mengganggu-kesehatan

Kabinet KOLABORASI !
Satukan visi, mari bersinergi!! •
Jangan lupa pantengin terus medsos UKMPR yaa 🤗
📱Fanspage fb : Ukmpr Unsoed
📱Instagram : @ukmpr.unsoed
📱Line : @pvg0902f
🅱 Blog : ukm-penalaranriset.blogspot.co.id

Salam riset !!! Sukses !!! #kabinetkolaborasi  #UKMPR #unsoed #purwokerto


 

Komentar