KAJIAN UKMPR : Ghostingmu, Merusak Mentalku


[ KAJIAN UKMPR ]

Salam Riset!!! Sukses!!!


Halo guys, kajian UKMPR kembali hadir menyapa kalian. Kali ini ada kajian menarik

dengan judul:


Ghostingmu, Merusak Mentalku

Risky Dwi Ayuwigati

Agribisnis (2021)


Yuk disimak!

Semoga bermanfaat

    Ghosting, adalah sebuah istilah yang tidak asing lagi didengar oleh telinga. Terlebih para remaja dalam hubungan pertemanan, atau hubungan dengan lawan jenis, dan dapat terjadi pada wanita maupun pria. Perilaku ini sering diartikan sebagai bentuk perilaku penghindaran dan pemutusan suatu hubungan atau komunikasi secara tiba-tiba dan tanpa alasan. Yang membedakan perilaku hosting dengan strategi putus lainnya yaitu posting ini dilakukan tanpa ada kata selesai dan kurangnya penjelasan secara eksplisit yang mengindikasikan seseorang ingin mengakhiri suatu hubungan. Namun, perilaku ini biasanya diidentikkan pada suatu romantic relationship pada remaja.

    Ghosting menurut Kamus Cambridge adalah suatu cara untuk mengakhiri hubungan dengan seseorang secara tiba-tiba dengan menghentikan semua komunikasi (Navarro, Larrañaga, Yubero, & Víllora, 2020). Menurut American Psychology of Association, ghosting adalah momen yang terjadi ketika seorang teman atau seseorang yang pernah dekat denganmu menghilang dari kontak tanpa penjelasan.

    Media sosial menjadi salah satu perantara hubungan dari dua pihak atau lebih, mengingat kondisi pandemi seperti sekarang ini menjadikan perilaku ghosting bisa terjadi dan dapat dilakukan dengan mudah karena komunikasi jarak jauh yang lebih dominan. Untuk itu, perlu diketahui alasan mengapa seseorang melakukan perilaku ghosting yang dinilai dapat merugikan pihak lain. Grande dalam laman PsychologiToday menyebutkan beberapa alasan yang memungkinkan seseorang melakukan ghosting di antaranya adalah menghindari konfrontasi, kekuatan terhadap emosi yang intim, memiliki tipe kepribadian yang narsistik, dan ketakutan terhadap reaksi yang berkekerasan. Selain itu, karena adanya rasa takut akan menghadapi sesuatu, hingga kurangnya rasa tanggung jawab. Karena memiliki anggapan bahwa menghilang dari kehidupan orang lain tidak akan memiliki dampak yang besar. Menurut Idei K. Swasti, Magister Psikolog UGM menyatakan bahwa ghosting ini Akan lebih mudah dengan cara “menghilang” daripada “menghadapi langsung” karena menghadapi secara langsung akan membutuhkan upaya ekstra dalam memberikan penjelasan, yang dapat juga memunculkan serangkaian konflik-konflik baru. Di samping itu, juga dipaparkan Pemicu ghosting ini adalah adanya perasaan tidak nyaman dalam relasi atau saat ada ketidakcocokan yang tidak bisa dikomunikasikan secara terbuka. Namun perilaku kekejaman emosional ini tidak bisa disamaratakan, karena tidak ada yang benar-benar mengetahui alasan dan latar belakang seseorang melakukan hal tersebut dan bagaimana perjalanan dinamika psikologi seseorang hingga seorang itu memilih melakukan tindakan ghosting.

    Perilaku Ghosting tersebut tentunya memiliki berbagai dampak bagi sesorang, Menurut Jennice Vilhauer, seorang psikolog di The Well Mind Institute di Beverly Hills, California sekaligus Asisten Profesor Klinis di University of California, Los Angeles, ghosting dapat berdampak serius pada kesehatan mental seseorang. Sehingga dampak ghosting tidak boleh dianggap sepele. Dampak yang dapat ditimbulkan di antaranya korban merasa bingung, sakit hati, rendah diri, menyalahkan diri sendiri, paranoid dikhianati, dan merasakan rasa sakit yang sama seperti sakit fisik. Dilansir dari data American Psychology of Association, penelitian yang menunjukkan bahwa perilaku ghosting atau penolakan sosial menyebabkan tingkat rasa sakit yang sama dengan yang disebabkan oleh cedera pada tubuh. Sementara itu, menurut Ilmuwan neurologi asal Italia, Giovanni Novembre, Marco Zanon, dan Giorgia Silani (2015) bahkan menemukan adanya korelasi antara penolakan sosial dan luka fisik terhadap aktivasi beberapa area otak sebagai responsnya, salah satunya bagian somatosensori. Hal ini disebabkan otak yang mengaktifkan sinyal sakit sehingga rasanya terasa sama dengan rasa sakit fisik. Tidak heran, beberapa orang yang menjadi korban ghosting merasakan sakit yang mengganggu.

    Kemudian Bagaimana strategi apabila diri kita sendiri menjadi pelaku Gusti atau sebagai korban ghosting ? Bagi seseorang yang menjadi pelaku ghosting hendaklah mempertimbangkan posisi orang lain atau pasangan. dengan mempertimbangkan hal tersebut diharapkan bisa menemukan suatu empati terhadap orang lain meskipun tidak bertanggung jawab secara penuh atas keadaan psikologi seseorang namun setidaknya tidak berkontribusi atau menyebabkan penderita psikologis pada orang lain Beda halnya dengan seseorang yang menjadi korban perilaku Gusti, Menurut Idei K. Swasti, Magister Psikolog UGM yaitu jangan merendahkan diri dan berhenti mengejarnya. "Stop chasing for people, you deserve the best. Orang yang tepat untuk Anda akan mencari Anda dan bertanggung jawab atas tindakannya".

    Wah, mungkin cukup sampai disini ya kajian kali ini. Tetap ingat, sayangi diri kalian dan mental kalian guys. Karena kita tidak bisa mengontrol perilaku orang lain terhadap diri kita. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk semua pembaca setia kajian ilmiah UKMPR dan semangat menjalani hari-hari dengan dengan semangat positif and have a nice day!!


Daftar Pustaka:

Ika, Ika. 2021. Psikolog UGM Paparkan Perilaku Ghosting (On-line)

https://ugm.ac.id/id/berita/20898 diakses pada 27 November 2021

Fauziyah, J.A. 2021. Mengulik Fenomena Ghosting dari Perspektif Psikologi (On-line)

https://www.google.com/amp/s/linikampus.com/ diakses pada 27 November 2021

Rohmatin, S.U. dkk. 2021. Dinamika Psikologis Resiliensi Pada Korban Ghosting. Journal of

Multidisciplinary Studies. Vol.5 No.2 Hal. 240


KABINET SIGMA

Sinergy, Integrity, Morality

Jangan lupa pantengin terus medsos UKMPR yaa 🤗

📱Fanspage fb : Ukmpr Unsoed

📱Instagram : @ukmpr.unsoed

📱Line : @pvg0902f

🅱 Blog : ukm-penalaranriset.blogspot.co.id


Salam riset !!! Sukses !!! #kabinetsigma #UKMPR #unsoed #purwokerto

 

Komentar