KAJIAN UKMPR: Emotional Eating: Mengapa Tekanan Psikologis Meningkatkan Nafsu Makan dan Bagaimana Mengatasinya?


[KAJIAN UKMPR]

Salam Riset!!! Sukses!!!

Hello guys, kali ini kajian UKMPR kembali hadir nih. Nah buat hari ini ada kajian

menarik dari sahabat kita yang berjudul:

"Emotional Eating: Mengapa Tekanan Psikologis Meningkatkan Nafsu Makan dan Bagaimana Mengatasinya?"

Alif Ardandi

Agroteknologi (2022)

Yuk disimak!

Semoga bermanfaat


Makanan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi untuk menjaga kesehatan tubuh dan otak. Namun, seringkali kita cenderung memakannya bukan karena kebutuhan, melainkan untuk meredakan perasaan tertentu, seperti kesedihan, stres, dan kecemasan. Kebiasaan ini disebut dengan emotional eating atau makan berlebihan akibat emosi.

Emotional eating adalah bentuk perilaku makan yang terkait dengan keadaan emosional seseorang. Perilaku ini biasanya muncul saat seseorang mengalami stres, cemas, atau perasaan negatif lainnya. Ganley (dalam Rizkiana & Sumiati, 2019) menjelaskan bahwa emotional eating merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena di mana emosi seseorang dapat mempengaruhi perilaku makan mereka. Dalam hal ini, seseorang mungkin memilih untuk makan atau tidak makan, tergantung pada situasi dan kondisi perasaannya.

Beberapa faktor yang dikaitkan dengan perilaku emotional eating antara lain faktor psikologis dan situasional. Misalnya, seseorang yang mengalami stres atau masalah psikologis lainnya memiliki kecenderungan untuk makan secara emosional. Menurut Mantau et al. (2018), hal ini disebabkan oleh adanya komponen zat yang dibutuhkan individu untuk meningkatkan mood negatif menjadi positif yang diperoleh dari makanan. Beberapa tanda seseorang mengalami emotional eating antara lain, munculnya keinginan untuk makan meskipun perut tidak lapar, rasa malas yang berlebihan dalam melakukan aktivitas lain, dan berkeyakinan bahwa makanan dapat memperbaiki perasaan dan pikiran.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Norway menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tekanan psikologis dengan perilaku makan secara emosional. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang mengalami tekanan psikologis memiliki kemungkinan 4,2 kali lebih besar untuk melakukan perilaku makan secara emosional dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami tekanan psikologis. Selain itu, penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa perilaku makan secara emosional lebih banyak terjadi pada wanita dengan persentase sebesar 54%. ‘Penelitian ini memiliki nilai signifikansi yang cukup tinggi, dengan nilai interval kepercayaan (CI) 95% antara 3,9 hingga 4,4. 

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada saat kadar hormon steroid tinggi, gula darah dan nafsu makan dapat meningkat. Kondisi ini dapat memperburuk perilaku makan secara emosional karena individu cenderung mengonsumsi makanan yang tinggi kalori, tinggi lemak, dan tinggi kadar gula saat sedang stres.

Dampak dari emotional eating dapat beragam, termasuk salah satunya adalah obesitas. Riset Kesehatan Dasar atau RISKESDAS (2018) melaporkan bahwa terdapat kenaikan angka obesitas pada anak usia 15-18 tahun sebanyak 26,6% di tahun 2016 dan 31% di tahun 2018. Penelitian juga menunjukkan bahwa emotional eating merupakan salah satu penyebab seorang remaja mengalami obesitas yang dipengaruhi oleh ketidakmampuan remaja dalam regulasi diri dengan baik (Rizkiana & Sumiati, 2019).

Dalam hal ini, penting bagi setiap individu untuk mengenali kondisi lapar yang mereka rasakan, apakah lapar fisik atau lapar emosional. Hal ini bertujuan agar mereka dapat memutuskan tindakan yang tepat untuk menuntaskan rasa lapar tersebut. Di samping itu, juga penting untuk mencari penyebab dari stres yang mereka rasakan dan mencari solusi pengalihan stres yang tepat agar tidak terjadi emotional eating. Beberapa solusi tersebut antara lain:

Mengenali perasaan dan emosi yang memicu kebiasaan emotional eating. Mengamati dan mencatat perasaan saat makan dan mengidentifikasi penyebabnya bisa membantu mengurangi kebiasaan ini.

Menjaga kesehatan fisik. 

Konsumsi makanan yang sehat dan kaya nutrisi dapat membantu meningkatkan kesehatan fisik, meningkatkan energi, dan mengurangi risiko penyakit yang terkait dengan kelebihan berat badan atau obesitas.

Menjaga pola tidur yang baik. 

Kekurangan tidur dapat menyebabkan stres dan kecemasan, dan dapat memicu kebiasaan emotional eating.

Mengembangkan kebiasaan alternatif untuk meredakan stres atau emosi negatif, seperti meditasi, olahraga, atau terapi bicara.

Wah ternyata kajian ilmiah kali ini udah lumayan panjang yaa. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk semua pembaca setia kajian ilmiah UKMPR. Semangat terus ya menjalani hari-harinya dengan dengan semangat yang positif. Ganbatte!!!


DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Gramedia.

Mantau, A., Hattula, S., & Bornemann, T. (2018). Individual Determinants of Emotional Eeating: A Simultaneous Investigation. Appetite, 130, 93–103. 

Rizkiana, U., & Sumiati, N. T. (2019). Pengaruh Kepribadian dan Attachment Terhadap Emotional eating Pada Remaja di Tangerang Selatan. TAZKIYA: Journal of Psychology, 6(1), 123–134. 

Siloam Hospitals. 2021. Mengenal Stress Eating. [online] https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/mengenal-stress-eating. Diakses pada 23 Maret 2023


======================= 

KABINET ANGGARAKSA!

BERSAMA KITA BISA!


Media Informasi dan Relasi

Linktree: https://linktr.ee/ukmprunsoed

Email: unsoed.ukmpr@gmail.com


Jangan lupa staytune terus medsos UKMPR yaa✨🤗

📱Fanspage FB : Ukmpr.Unsoed

📱Instagram : @ukmpr.unsoed

📱Blog : ukm-penalaranriset.blogspot.co.id

📱Youtube : UKMPR UNSOED

📱Tik Tok : @ukmpr.unsoed

📱Podcast Spotify: UKMPR UNSOED


Salam Riset!!! Sukses!!!

#UKMPR #KabinetAnggaraksa #Unsoed #Purwokerto

Komentar